G-15 Summit, Jakarta 2001. Hilton Residentials. Ketika memasuki ruang pertemuan, note-taker (tukang catat) dari Departemen Luar Negeri menggamit lengan saya,
āPak,ā katanya, ānanti tolong Bapak saja yang mencatat ya?ā
āLho?ā
āSoalnya saya nggak ngerti Bahasa Arab.ā
Saya nyengir,
āYa … kalau mereka ngomong Arab ….ā
Di ruangan yang tak terlalu lega itu, Presiden Abdurrahman Wahid duduk berhadap-hadapan dengan His Excellency Atef Ebeid, Perdana Menteri Mesir. Di kanan-kiri keduanya adalah pembantu-pembantu terdekat mereka.
Presiden Abdurrahman Wahid membuka dengan basa-basi ringan dalam Bahasa Arab. Pak Note-taker grogi sekali, melirik saya dengan pandangan memohon. Saya pura-pura cuek.
Tapi Presiden Abdurrahman Wahid tiba-tiba banting setir,
āKita ngomong bahasa Inggris saja ya,ā katanya, āsebagian besar orang-orang saya ini tidak paham bahasa Arab.ā
āOh … baik!ā Pak Ubeid setuju.
Saya berikan kedipan sebagai pengganti ucapan selamat kepada Pak Note-taker. Ia kelihatan lega sekali.
Maka dimulailah sesi pembicaraan bilateral itu, yang ternyata dipenuhi tukar-canda dan gelak-tawa yang riuh sekali. Begitu riuhnya sampai-sampai petugas keamanan yang berjaga di luar pintu menjadi penasaran, membuka pintunya sedikit dan mengintip ke dalam. Kedua pemimpin Negara sungguh tak terbendung keriangannya.
Keluar ruangan seusai pertemuan, ganti saya gamit lengan Pak Note Taker.
āBeres catatannya?ā
Pak Note Taker meringis.
āNyatat apanya, Pak?ā bisiknya, āpertemuannya kayak gitu … masak saya nyatetin humor?ā
_________
Catatan: Humor-humor yang dipertukarkan itu akan ditulis dalam catatan-catatan tersendiri.
Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin Rembang dan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sekaligus Presiden Republik Terong Gosong. Pernah menjadi Anggota Dewan Pertimbangan Presiden dan Juru Bicara Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Baca Juga
Disalati ataukah Disalatkan?
Gelar
Banser Lugu vs Banser Disiplin