Di tengah kekacauan tata negara, Panitia Khusus DPRRI untuk kasus Bulog āmemanggil Presiden untuk dimintai keteranganā. Presiden Abdurrahman Wahid–yang waktu itu dijuluki āSi Dewa Mabokā oleh salah satu koran Singapura–serta-merta ingin memenuhi panggilan itu. Tapi penasihat-penasihat beliau mencegah karena mengkhawatirkan kekacauan tata negara yang lebih parah. Maka diambillah jalan tengah. Pertemuan Pansus dengan Presiden diatur tidak di gedung DPRRI tapi di ātempat netralā, yaitu salah satu ruangan di Jakarta Convention Center.
Setelah jagoan-jagoan DPR bergantian melontarkan berbagai pertanyaan dan pernyataan, lengkap dengan sindiran-sindiran nyelekit, kata-kata tak sedap dan ungkapan-ungkapan menyakitkan hati yang tak terhitung lagi, Presiden diberi kesempatan bicara. Tak banyak yang beliau sampaikan,
āSaya ingin penegasan Saudara-saudara: ini soal hukum atau politik? Kalau soal hukum, selesaikan melalui jalur hukum. Kalau politik, apa pun tuntutan politik Saudara-saudara, saya siap berunding. Mari kita selesaikan.ā
Pernyataan singkat itu segera disambut dengan riuh-rendah interupsi dan rebutan bicara di antara para jagoan. Yah … memang sulit mengharapkan anak-anak Raudlatul Athfal memahami perbedaan hukum dari politik.
Di tengah keributan itu, tiba-tiba Presiden bangkit dari kursinya dengan muka merah padam dan melangkah sekenanya. Para pembantu dekat kaget. Ajudan-ajudan gedandapan, buru-buru merengkuh kedua lengan Presiden di kiri-kanan. Presiden minta dituntun keluar ruangan, lalu bersama segenap rombongannya meninggalkan pertemuan tanpa pamitan. Langkah-langkah cepat bak menghentak marah. Raut muka Presiden lebih tajam lagi ronanya.
Di dalam mobil kepresidenan, Menteri Sekretaris Negara Djohan Effendi mengelus-elus tangan Presiden, ingin menenangkan hati beliau tanpa tahu harus berkata apa. Tapi ia segera kaget alang-kepalang ketika Presiden malah tertawa kecil,
āBagaimana aktingku tadi?ā kata beliau sambil pringas-pringis.
Sekretaris Negara bengong.
āPukulan Dewa Mabok itu ada 18 jurus,ā Presiden melanjutkan, ātadi itu baru satu. Masih ada 17 lagi ….ā
Bapak Presiden terkekeh-kekeh tak henti-hentinya.
Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin Rembang dan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sekaligus Presiden Republik Terong Gosong. Pernah menjadi Anggota Dewan Pertimbangan Presiden dan Juru Bicara Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Baca Juga
Disalati ataukah Disalatkan?
Gelar
Banser Lugu vs Banser Disiplin