Asal-usul Nama “Barongsai”

Tari Barong (Bali), Singa Barong (Jawa), dan Barongsai (Jawa-Cina) | Foto: Internet.

Ketika mendengar kata “barongsai”, apakah Anda membayangkan kosakata ini berasal dari bahasa Cina asli? Ternyata tidak. Kesenian barongsai dalam bahasa Mandarin disebut 舞獅 (wǔshī). Kata “shī” bermakna singa, sedangkan “wǔ” berarti menari.

Kata “shī” dalam bahasa Mandarin, diucap “sai” dalam bahasa Hokkian, dan ada juga yang menulis “say”. Yang pernah baca novel Pedang Langit dan Golok Pembunuh Naga pasti kenal dengan tokoh Cia Sun yang berjuluk Kim-mo-sai-ong yang atinya Raja Singa Berambut Emas.

Orang Tionghoa di Indonesia kebanyakan adalah keturunan Hokkian, sehingga ketika menyebut “singa” tidak menggunakan kata shī (Mandarin) melainkan menggunakan kata “sai” (Hokkian).

Lalu bagaimana dengan kata “barong”? Kata ini dalam dunia kesenian Jawa-Bali bermakna tari-tarian yang mengenakan topeng hewan buas. Kata “barong” lalu dipadukan dengan “sai” jadilah “barong-sai”, yang bisa dimaknai: tarian topeng hewan singa yang berasal dari Cina.

Di atas telah disebutkan bahwa “barong” dalam dunia kesenian adalah tari topeng berwujud hewan buas. Sementara itu, dalam dunia sastra biasanya kata “barong” dikombinasikan dengan “singa”, menjadi “singa barong”. Menurut kamus Sarine Basa Jawa yang disusun Padmasukaca, kata “singa barong” bermakna: macan yang berbulu panjang menyerupai singa. Sedangkan Dirjasupraba dalam Kamus Kawi Jarwa menyebut “singa barong” memiliki sinonim “macan gombyok” (jangan membayangkan “pistol gombyok” dalam bahasa Pojok Kampung JTV ya).

Sekarang kita mundur lagi ke zaman yang lebih kuno. Menurut Zoetmulder dalam Kamus Jawa Kuno, kata “singa barong” berasal dari “singha barwang” yaitu gabungan dari kata: singha (singa, panthera leo) dan barwang (beruang, ursus malayanus).

Jadi, awalnya “singha barwang” adalah dua hewan yang berbeda, namun kemudian kaprah digabung menjadi satu kesatuan, yaitu singa berukuran besar dan berbulu panjang (gombyok).

Mari kita cek kutipan Kakawin Sutasoma pupuh 95, bait 6 tulisan Mpu Tan Tular (era Majapahit):

“kagyat tang satwa singheng halas ika malayū de nikang bahni mumbul, centĕn wre barwang awrĕg riga-rigu kumĕtĕr mong nikang grong mangohan.”

Artinya: kaget para hewan SINGA di hutan itu berlari karena api berkobar; celeng, monyet, BERUANG kebingungan ragu-ragu, gemetar harimau yang mengaum menggeram.

Pernah dibahas di grup Belajar Bahasa Jawa Kuno (BBJK) bahwa “singha” bukan bahasa Jawa asli, tetapi serapan dari bahasa Sanskerta सिंह = siṃha.

Sementara itu, “barwang” adalah turunan dari bahasa Proto-Western-Malayo-Polynesia yaitu “baRuaŋ” atau “biRuaŋ”.

Jadi kesimpulannya, nama “barongsai” merukan nama yang dibentuk dari dua bahasa, yaitu “barong” (bahasa Jawa) dan “sai” (bahasa Hokkian).

Akhirul kata, saya ucapkan Selamat Tahun Baru Imlek bagi semua yang merayakan.

Sin cun kiong hi, thiam hok thiam siu. Rahayu.

Warga Kediri, kelahiran Wonosalam, Jombang, lulusan jurusan Kimia di FMIPA Universitas Negeri Surabaya (Unesa), penggemar wayang dan pengampu grup Belajar Bahasa Jawa Kuno (BBJK) di facebook.